Minggu, 30 Desember 2018

DANAU KELIMUTU BERUBAH WARNA; APAKAH TANDA-TANDA ALAM?

Danau Kelimutu


Penghujung Tahun 2018  masyarakat Kabupaten Ende dan sebagian nitizen di hebohkan dengan perubahan danau kelimutu. Tahun ini danau kelimutu mengalami perubahan warna yang cukup cepat dan tidak lazim dari sebagaimana  biasanya di bulan februari atau maret.

Sejak tanggal 27 Desember 2018 danau Ata Polo mengalami beberapa kali perubahan dari Hijau kebiruan menjadi hijau, kemudian berubah lagi ke hijau tua lalu  menjadi warna coklat. (Sumber Vox NTT).

Secara ilmiah, perubahan warna ini karena adanya interaksi perubahan vulkanik, geologi dan tensi hujan yang terus menerus. Sudah banyak riset terkait perubahan danau kelimutu. Sejumlah ilmuwan menduga perubahan danau kelimutu karena aktivitas danau yang merupakan gunung berapi, pembiasan cahaya matahari, mikrobiota, ganggang, zat kimia maupun pantulan warna dinding. Hasil riset juga masih menduga-duga sehingga dapat dikatakan belum ada kepastian tentang penyebab berubahnya danau kelimutu.

Dengan  adanya perubahan warna yang sering sering terjadi hal inilah yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Sehingga dapat dikatakan satu-satunya danau yang unik dan selalu berubah warna adalah danau kelimutu yang berada di Ende Flores NTT

Danau Kelimutu Berubah Warna

Namun dalam kepercayaan masyarakat lokal terdapat hal mistis yang sudah melekat pada danau kelimutu. Masing-masing danau di huni oleh arwah orang yang sudah meninggal. Di danau Ata Bupu di huni oleh arwah para orang tua dan leluhur. Danau Ko’o Fai Nuwa Muri di huni oleh  arwah muda mudi dan danau Ata Polo di huni oleh arwah orang-orang yang memiliki magic.  

Menurut kepercayaan masyarakat, ketika salah satu danau atau ketiga danau berubah warna maka akan terjadi sesuatu di negeri ini terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Entah itu siatuasi politik, bencana alam maupun perekonomian bangsa. Dalam kepercayaan masyarakat jika danau tidak berubah dalam satu tahun maka negeri ini dalam kondisi nyaman dan tentram. Namun jika terjadi perubahan warna maka itu menjadi suatu tanda-tanda alam dalam kehidupan berbangsa di negeri ini, (wallahu  A’lam bish shawab).

Ya, ini hanya kepercayaan masyarakat setempat. Namun bila mengikuti pemberitaan di media masa dan dikaitkan dengan berubahan warna danau kelimutu, dalam fakta negeri ini sudah banyak mengalami kemelut politik maupun bencana alam.

Misalnya di tahun 2016 dan 2017. Beberapa kali danau kelimutu berubah warna dan banyak kejadian bencana alam yang melanda negeri ini. Memang dalam perubahan warna tidak beriringan dengan rentetan kejadian bencana alam atau fenomena politik. Namun bagi masyarakat setempat jika terjadi perubahan warna danau, maka cepat atau lambat akan ada kejadian yang menimpa bangsa ini, (wallahu  A’lam bish shawab).

Terlepas ini adalah mitos atau keyakinan masyarakat lokal, namun hal yang utama adalah setiap rakyat di negeri ini sudah saatnya untuk  berbenah diri dan tawakal dengan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Masing-masing menjalankan fungsinya sesuai amanah dari  Tuhan. Baik itu pemimpin maupun rakyat sebagai umat di beri kepercayaan yang sama sebagai khalifah di muka bumi bukan sebagai perusak di muka bumi.

OLEH : X-SAN






Sabtu, 22 Desember 2018

GORESAN CINTA UNTUK SANG IBU



Hari ini memang special untuk para ibu, tapi sayang ibu kami sudah tiada. Ia pun hanya sesaat merasakan kasih sayang dan balas budi dari kami anak-anaknya.

Salam cinta dan sayang dari kami anak-anakmu. Kami yang pernah membuat ibu sedih, menangis, kecewa, dan mungkin tertekan karena tingkah laku kami. Kadang kenakalan kami membuat ibu marah dan mencurahkan air mata meskipun itu tak terlihat. Tapi ibu tetap mengasuh dan mendidik kami dengan tulus .

Ibu, maafkan kami anak-anakmu yang tak dapat membalas jasa ibu dan ayah, kami tak mampu mencintai ibu sebagaimana ibu mencintai kami, kami tak mampu mengasihi ibu sebagaimana  kasih ibu yang tak kenal waktu siang maupun malam.

Kami memang tak melihat ketika Ibu menghadirkan kami ke dunia. 9 bulan 10 hari ibu membebani diri mengandung kami. Ketika mau melahirkan kami, ibu menghadapai  perjuangan antara hidup dan mati. Namun akhirnya kamipun hadir di dunia ini.

Ketika kami kecil, ibu merelakan waktu nyeyak hanya untuk menyusui kami, ketika kami sakit ibu-pun telaten merawat kami hingga kami sembuh dan pulih. Disaat kami terjatuh ibupun membangun kami dengan penuh cinta. Ketika kami pulang sekolah  ibu cepat-cepat menyiapkan makanan agar kami tidak kelaparan,   Diwaktu kami bermain hingga petang ibu mencari dan gelisah karena kami belum pulang. Lalu ketika kami tertidur pulas ibu-pun membangunkan kami dengan kasih karena waktunya sudah pagi

Disaat malam hari,  ibu dan ayah menesahati kami akan arti hidup dan kehidupan, mendidik kami dengan kasih yang tak lekang zaman, memberi pelajaran bagi kami agar kelak kami memiliki bekal dalam mengarungi zaman. Tapi itu hanyalah sebuah kenangan karena Allah lebih menyayangi ibu dan ayah.

Ya, kami memang banyak melakukan kesalahan ketika ibu dan ayah masih ada. Dan kini ketika ibu dan ayah  sudah tiada kami tak dapat memberikan cinta dan kasih meskipun itu memang tidak akan pernah sama.  Kami tak bisa berbakti kepada ibu dan ayah. Dua partener yang selalu bersama dalam suka dan duka untuk membesarkan kami. Hanya do’a yang dapat kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa agar rahmat-Nya selalu tercurah untuk Ibunda terkasih dan Ayahnda tercinta.

Dan untuk saudara-saudaraku yang masih memiliki Ibu dan Ayah, berbaktilah kepada mereka karena sebesar apapun harta kalian namun tak akan pernah dapat membalas jasa mereka. Kasih Ibu sepanjang masa, sayang ayah sepanjang zaman. Mereka tak pernah menuntut balasan dari anak-anaknya tapi mereka merasa berbahagia ketika anaknya besar dan sudah bisa menjalankan hidupnya.
Tetesan air susu ibu menjadikan anak-anaknya besar, tirisan keringat ayah yang tak mengenal siang dan malam agar anaknya bisa makan namun mereka tak pernah mengeluarkan kata lelah dalam membesarkan anak-anaknya.

Janganlah membuat mereka bersedih apalagi menangis hanya karena keangkuhan kita. Panjatlah do’a kepada Sang Kuasa agar rahmat-Nya selalu tercurah untuk ibunda dan ayahnda kita tercinta. Karena Restu Orang Tua terutama Ibu adalah Restunya Tuhan.

Dan untuk semua ibu, kalian adalah pejuang. Pejuang yang melahirkan manusia sebagai khalifah di dunia. Kalian memiliki pekerjaan dan tugas yang sangat mulia sekalipun itu hanya sebagai Ibu rumah tangga. Namun kalianlah penentu pintu surga. Dengan restu dan keiklasan kalianlah seorang anak akan meraih rahmat dari Sang Kuasa. Kalian adalah wanita Super karena seorang Ibu adalah seorang wanita, tapi seorang wanita belum tentu seorang ibu

SELAMAT HARI IBU UNTUK SEMUA IBU DIMANAPUN KALIAN BERADA.

Kamis, 20 Desember 2018

PUNCAK TERTINGGI DARI PERJUANGAN ADALAH CINTA



Judul di atas memang agak sedikit nyeleneh, aneh dan mungkin akan mengundang perdebatan bagi pembaca sekalian. Apalagi banyak kalimat bijak ataupun kata-kata mutiara  yang lazim terdengar bahwa "Puncak tertinggi dari perjuangan adalah kesuksesan, ataupun kebahagiaan". Tapi kali ini tiba-tiba muncul sebuah tulisan yang berjudul “Puncak  Tertinggi dari Perjuangan Adalah Cinta”.

Ya, judul yang nyeleneh di atas bukan untuk gagah-gagahan atau sekedar mengikuti trend seperti  pada  kata-kata indah nan puitis yang banyak ditulis oleh mutiarawan mutiarawati dan pujangga-pujangga  media sosial. Tapi kalimat yang muncul melalui suatu proses permenungan yang panjang dan memiliki makna tersendiri.

Mungkin sebagian akan berargumentasi baik dari segi linguistik maupun dari sisi pemaknaan. Ya, tergantung perspektif masing-masing.

Ketika berbicara tentang cinta mungkin ada juga yang memiliki pandangan dari sisi romantisme yaitu pada ranah “rasa kasih sayang antara dua insan”. Memang lumrah karena itu sudah menjadi pandangan umum ketika berbicara tentang kata yang bernama CINTA.

Tapi pada persepektif yang lain perlu juga pemahaman yang agak sedikit berbeda terkait dengan Cinta. Cinta memiliki objek yang sangat luas dan memiliki aneka makna. Cinta tidak selamanya berkutat pada konteks asmara, kasih sayang, perasaan saling memiliki dan menyayangi antara dua insan namun cinta adalah sisi emosional jiwa yang muncul dari dalam hati akan suatu objek yang berhubungan langsung dengan dirinya.

Sebagai perasaan emosional yang ada dalam jiwa manusia maka cinta itu selalu diwujudkan dalam suatu tindakan nyata. Cinta adalah fitrah manusia yang perlu diungkapkan dengan rasa tanggung jawab. Sehingga manusia akan menunjukan eksistensinya sebagai makhluk ciptaan Allah yang memang diberi kelebihan akan akal budi dan rasa cinta. Segala tindak tanduknya dilandasi rasa cinta dan untuk meraih cinta.

Misalnya, ketika seseorang berjuang untuk merubah nasibnya dengan bekerja keras maka dapat dikatakan  ia mencintai dirinya sendiri, ia mencintai keluarganya. Ketika seseorang sering berbuat baik dan membantu orang lain maka dapat dikatakan ia mencintai sesama manusia.

Ketika ada orang yang selalu memberikan makanan pada binatang, menjaga dan merawat tanaman maka  dapat dikatakan ia mencintai makhluk ciptaan Allah. Ataupun ketika ia rajin beribadah, suka berdzikir dan mengikuti perintah Alquran dan sunah Rasul  maka dapat dikatakan ia mencintai keimanan, cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulnya dan ia pun ingin memperoleh cinta dari Allah dan Rasulnya

Cinta yang dimaksudkan disini adalah cinta dalam makna yang luas. Cinta yang tidak dibatasi pada satu perspektif saja seperti romantisme antara seorang pria dan seorang wanita. Sehingga pemaknaan tertinggi akan sebuah perjuangan  adalah cinta. Segala sesuatu yang dilakukan karena cinta dan efeknyapun akan memperoleh cinta baik baik secara vertikal maupun horisontal. Siapapun ingin memperoleh cinta dari sesama, dari alam dan lingkungan maupun dari Sang Pencipta.

Sebagaimana dalam Al-Quran surat Ali Imran Ayat 31 Allah berfirman;

“Katakanlah; Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allahpun mencintai dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” 
(Ali Imran Ayat 31)

Demikian juga dengan Sabda Rasulullah yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah, R.A.
“Allah berfirman, jika hamba-Ku mencintai perjumpaan terhadap-Ku maka Aku-pun mneyukai berjumpa denganya. Sebaliknya jika hamba-Ku tidak suka berjumpa dengan-Ku aka Aku-pun tidak suka berjumpa dengannya”.

Dari hal tersebut maka ketika berbicara tentang cinta maka cinta yang terbesar adalah cinta pada Allah yang muaranya adalah Allah-pun akan mencintai hambanya. Disini terjadi pengakuan cinta dari seorang hamba kepada Penciptanya dan hambah-nyapun ingin memperoleh cinta dari Allah dan Rasulnya. Inilah puncak dari segala perjuangan dan aktifitas kehidupan manusia.

OLE: X-SAN D





Rabu, 19 Desember 2018

MARUNGGE; SI KECIL YANG AJAIB



Pohon Kelor : (Sumber gambar cobaiklasin.com)
Dunia tidak selebar daun  kelor. Itulah peribahasa yang sering didengar jika menasehati orang yang mengalami putus asa karena mengalami kegagalan atau kerugian.  Masih ada cara lain untuk berusaha karena dunia ini sangat luas dan tidak selebar daun kelor. Memangnya seberapa lebar sih daun kelor?  

Ya, kelor memang tidak panjang apalagi  lebar seperti yang sering dijadikan bahan analogi. Lebar daunnya  hanya mencapai 4 mm-1 cm dan panjangnya hanya 1-3cm. Tapi jangan menganggap remeh dengan daun kelor. Khasiatnya lebih panjang dan lebih lebar dari dunia.

Karena itulah sejak masa kampanye sebagai calon gubernur NTT,Victor Bungtilu Laiskodat yang tahu akan potensi kelor di NTT, dalam beberapa orasi politiknya selalu mengatakan agar warga NTT kembali mengkonsumsi daun kelor. Daun kelor kaya manfaat dengan nutrisi yang tinggi. Hingga tekadnya untuk kembangkan tanaman kelor di NTT. Dan sejak terpilih sebagai gubernur NTT, tekad itu terus digalakan hingga saat ini.

Gubernur NTT menanam pohon kelor :
 (Sumber foto : Facebook Umbu Agus Malingara) 
Sebenarnya  daun kelor sudah dikenal oleh masyarakat NTT. Sejak dulu masyarakat NTT sudah sering mengkonsumsi daun kelor namun seiring waktu pola konsumsi masyarakat juga bergeser. Kini gubernur NTT kembali mencanangkan budaya kelorisasi dan gaungnya menggema di seantero penjuru NTT. Kemana-mana pak gubernur terpilih selalu mengkampanyekan warganya untuk membudidayakan serta mengkonsumsi daun kelor.

Kelor atau marungga dan dalam Bahasa Ende Lio disebut wona adalah tanaman  berupa semak atau dapat pula berupa pohon dengan tinggi 12 m dengan diameter 30 cm. Kayunya merupakan jenis kayu lunak dan memiliki kualitas rendah. Daun tanaman kelor memiliki karakteristik bersirip tak sempurna, kecil, berbentuk telur, sebesar ujung jari. Helaian anak daun memiliki warna hijau sampai hijau kecoklatan, bentuk bundar telur atau bundar telur terbalik, panjang 1-3 cm, lebar 4 mm sampai 1 cm, ujung daun tumpul, pangkal daun membulat, tepi daun rata. Kulit akar berasa dan berbau tajam dan pedas, dari dalam berwarna kuning pucat, bergaris halus, tetapi terang dan melintang. Tidak keras, bentuk tidak beraturan, permukaan luar kulit agak licin, permukaan dalam agak berserabut, bagian kayu warna cokelat muda, atau krem berserabut, sebagian besar terpisah.*

Kelor yang meskipun berdaun  kecil khasiatnya juga bisa mematikan. Pada masyarakat lokal kelor juga dikenal sebagai daun penetral dan menggugurkan ilmu kekebalan maupun pemilik ilmu hitam dan mengusir makhluk ghaib. Ya, dapat dikatakan si kecil ini sebagai “miracle tree” atau pohon ajaib.

Daun kelor memiliki segudang manfaat baik bagi kesehatan tubuh manusia. Hal tersebut juga dikuatkan dengan hasil yang dikeluarkan oleh Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengatakan bahwa manfaat daun kelor bagi kesehatan di antaranya dapat membantu perkembangan tubuh serta menjadi obat tradisional yang bisa mengobati berbagai macam penyakit.

Tidak hanya itu, ternyata masih banyak manfaat daun kelor bagi kesehatan tubuh. Kandungan asam amino esensial yang terdapat di dalamnya juga bisa membantu perkembangan bayi dalam kandungan. Maka daun kelor juga direkomendasikan bagi ibu-ibu hamil agar kondisi tubuh serta janin yang dikandungnya menjadi lebih baik dan sehat. Apakah sampai di situ saja? Tentu saja tidak, ada manfaat daun kelor bagi kesehatan yang lebih mengejutkan. Berikut daftar manfaat daun kelor untuk kesehatan yang harus Anda ketahui**.

Sumber Gambar : Kelorina.com
Dari berbagai sumber yang dihimpun, daun kelor memiliki banyak manfaat utama yang sangat baik bagi kesehatan tubuh.
Di dalam daun kelor terkadung beberapa vitamin yaitu vitamin Vitamin A (Alpha & Beta carotene), B, B1, B2, B3, B5, B6, B12, C, D, E, K, folat (asam folat), Biotin. Kemudian juga mengandung  Mineral seperti Kalsium, Kromium, Tembaga, Fluorin, Besi, Mangan, Magnesium, Molybdenum, Fosfor, Kalium, Sodium, Selenium, Sulphur, Zinc.

Asam Amino Esensial ; Isoleusin, Leusin, Lisin, Metionin, Fenilalanin, Treonin, Triptofan, Valin.
Asam Amino Non-Esensial Alanin, Arginine, asam aspartat, sistin, Glutamin, Glycine, Histidine, Proline, Serine, Tyrosine. Anti-inflammatory Vitamin A, Vitamin B1 (Thiamin), Vitamin C, Vitamin E, Arginine, Beta-sitosterol, Caffeoylquinic Acid, Calcium, Chlorophyll, Copper, Cystine, Omega 3, Omega 6, Omega 9, Fiber, Glutathione, Histidine, Indole Acetic Acid, Indoleacetonitrile, Isoleucine, Kaempferal, Leucine, Magnesium, Oleic-Acid, Phenylalanine, Potassium, Quercetin, Rutin, Selenium, Stigmasterol, Sulfur, Tryptophan, Tyrosine, Zeatin, Zinc. (Amelia P. Guevara, et al)***.
 
Sumber Gambar : Kelorina.com
Jika dicari pada google pembaca akan menemui banyak situs  yang mengulas tentang manfaat daun kelor. Sehingga tidak mengherankan si kecil ini menjadi perhatian dunia karena kaya akan manfaatnya baik dari sisi kesehatan maupun dari segi lainnya termasuk dalam kepercayaan masyarakat lokal yang berkaitan dengan dunia mistik.

Disisi lain, banyak testimoni peningkatan ekonomi dari para petani kelor. Tanaman kelor menjadi produk ekspor yang bernilai tinggi karena masyarakat dunia banyak yang meminati produk-produk yang berbahan kelor. Sedangkan menurut Istri Gubernur NTT bahwa kualitas kelor NTT nomor dua dunia setelah kelor dari Spanyol.

Dengan program gubernur NTT Bapak Victor Bungtilu Laiskodat untuk menjadikan kelor sebagai tanaman pembawa berkah bagi NTT sehingga sangat diharapkan dukungan dan respon positif dari seluruh masyarakat NTT. Sebagus apapun program pemerintah jika masyarakatnya apatis maka program tersebut hanyalah sebuah catatan di atas kertas. Oleh karena itu saatnya NTT bangkit bersama kelor  si Kecil yang ajaib.


SUMBER BACAAN
           *           =  http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id
          **          =  Detikhealt
  ***   = kelorina.com


Senin, 17 Desember 2018

DHERA PAKIA; TRADISI HADIAH BAGI PENGANTIN PADA MASYARAKAT ADAT NDONA

Keluarga berkumpul dan menghidangkan hadiahnya untuk calon pengantin


Menikah adalah suatu moment yang sangat bahagia bagi dua insan manusia.  Seorang wanita dan seorang pria memadukan hatinya  dalam satu ikatan cinta kasih. Semua keluarga sanak saudara dan kerabat kenalan turut mempersiapkan dan ikut merayakan moment ini dengan do’a restu.

Disetiap daerah tentu memiliki tradisi masing-masing dalam rangkaian acara pernikahan. Sekalipun dalam satu daerah bisa saja ada perbedaan adat istiadatnya dalam proses pernikahan. Demikian juga dalam tradisi masyarakat adat Ndona Kabupaten Ende Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Ya, kali ini saya mencoba untuk berbagi tentang salah satu proses dalam acara pernikahan pada masyarakat adat Ndona.

Pada masyarakat adat Ndona salah satu rangkaian dalam acara pernikahan adalah dhera pakia” (hidang pakaian). Secara harafiah “dhera“ artinya hidang dan “pakia” artinya pakaian. Namun dalam pemaknaannya "dhera pakia" merupakan pemberian kenang-kenangan berupa pakian bagi calon pengantin yang berasal dari keluarga dan kerabat dekat pengantin.

Moment ini biasanya dilaksanakan malam hari sebelum seremonial pernikahan yang akan dilangsungkan esok hari. Semua keluarga dan kerabat dekat hadir dengan membawa hadiahnya masing-masing untuk diberikan kepada calon pengantin.

Biasanya pihak-pihak yang akan memberikan hadiah kepada calon pengantin antara lain:
-   Orang tua kandung (jika orang tua kandung semua sudah meninggal maka anak laki-laki pertama yang bertanggung jawab).
-  Saudara  laki-laki yang sekandung ataupun satu keturunan  dengan ayah.
-    Saudara laki-laki yang sekandung dengan calon pengantin wanita.
-    Saudara laki-laki yang sekandung dengan ibu.



Acara ini dihadiri dan dipandu oleh seorang tokoh adat ataupun sesepuh dalam rumpun keluarga yang juga disimbolkan  sebagai saksi pada moment ini.

Masing-masing keluarga ataupun kerabat dekat akan menghidangkan pemberiannya dihadapan calon pengantin wanita dan pria dan hadirin yang lain. Meskipun tidak disebutkan jenis hadiahnya, namun ketika hadiah tersebut dihidangkan, maka pengantin akan melihat hadiah dari masing-masing keluarga tersebut.

Barang yang diberikan  kepada calon pengantin seperti sarung (tenun ikat), ragi mite (kain hitam untuk pria) ataupun sarung tekstil, baju pria maupun baju bodong untuk wanita, sandal, sepatu, dan beberapa aneka pemberian lainnya. Semua jenis pemberian tergantung dari keiklasan dan kemampuan dari keluarga.

Masing-masing keluarga menaruh hadiah pada nyiru atau dulang ataupun  benda lain yang berbentuk ceper dan lebar. Kemudian ketika dipanggil oleh pemandu acara maka istri ataupun saudari dari keluarga yang berkepentingan akan membawa barang pemberian dan menghidangkannya di hadapan pengantin.


Setelah proses ini usai, dimalam itu juga orang tua, paman ataupun yang sesepuh adat akan menasehati calon pengantin berdua tentang kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat. 

Seringkali moment ini terjadi sebagai  moment yang haru karena selain nasehat-menasehati biasanya pengantin wanita ataupun pria akan menyampaikan permohonan maaf dan memohon ijin serta restu dari keluarga karena ia esok akan melangsungkan pernikahan dan memasuki kehidupannya yang baru yaitu kehidupan berumah tangga.

OLEH X-SAN D


Minggu, 16 Desember 2018

MENAPAKI JEJAK ISLAM DI NDONA

Istana Raja Ndona (Bhaki Bani) di Wolowona (Sumber : Collectie Tropenmuseum)


Menelusuri jejak Islam di Ndona maka pengkajiannya tidak terlepas dari sejarah masuknya Agama Islam di Pulau Flores dan  Ende khususnya.   Tulisan ini  hanya    mencoba   untuk menelusuri lembaran  peristiwa masa lampau yang masih menjadi misteri. Ulasan kecil ini juga bukan  untuk membuat suatu pertentangan ataupun klaim tentang Agama mana yang lebih dahulu masuk ke Pulau Flores ataupun di Kabupaten Ende maupun di Ndona khususnya. 

Konteks uraiannya adalah merajut benang sejarah yang masih tercecer yang seharusnya diwariskan kepada setiap generasi. Namun minimnya literatur dan penuturan-penuturan lisan sehingga tulisan ini masih dalam konteks menggali atau menelusuri jejak masuknya agama Islam di Ndona.

Masjid Al-Bai'Ah Wolowona

Memang pada sisi lain jejak peradaban Islam di Ende-pun belum terungkap dengan jelas dan terdapat ragam cerita. Namun ini hanyalah langkah awal untuk memulai sebuah pengkajian bagi setiap pihak yang concern dengan history peradaban.

Karena itu, kami-pun  mengharapkan jika ada pembaca yang dapat memberikan kontribusi pemikiran ataupun ikut menyulam alur sejarah yang masih tercecer tentang peradaban Agama baik di Pulau Flores, Kabupaten Ende ataupun di Ndona khususnya agar dapat diketahui benang merah dari peradaban Agama Islam di Ndona.

Dari beberapa sumber  yang dihimpun  bahwa sekitar abad ke 15 Agama Islam masuk pertama kali di Nusa Tenggara Timur disebar oleh seorang ulama dari Palembang yang bernama Syahbudin bin Salman Al Faris yang dikenal dengan nama Sultan Menanga. Ia kemudian melakukan ekspansi ke Ende, Alor hingga ke Sumba.
Mengutip hasil penelitian dari penulis buku tentang sejarah Islam di NTT, Munandjar Widiyatmika bahwa agama Islam sudah hadir di Ende  dan Pulau Flores sekitar abad ke-15  atau sekitar tahun 1500-an.
 
Masjid Baiturahman Kanakera Kelurahan Onelako Ndona
Penyebaran agama Islam ini juga dilakukan ulama-ulama pedagang dari Arab, Jawa,  Bima, Ternate dan Sulawesi (Bugis, Bone, Gowa). Mereka kemudian berbaur dan tinggal dengan penduduk  setempat dan menyebarkan agama Islam hingga sampai ke Wolowona dan Ndona. Tidak diketahui persis siapa yang membawa agama Islam di Ndona dan siapa yang pertama kali memeluk agama islam di Ndona. Namun dari penuturan turun temurun bahwa sejak dahulu kala orang Ndona sudah menjalin hubungan kerja sama dengan orang Ende dan sudah ada penduduk yang beragama Islam.

Dalam Buku Kapita Selecta NTT, 2007, tertulis,  bahwa pada abad ke 19, Kerajaan Ende, Nangapanda dan Ndona telah menjadi kerajaan Islam. Raja dan para penduduknya telah memeluk agama Islam. Jika ditelusuri maka data tersebut berpijak pada tahun era 1900-an dimana para penduduk yang berada di pesisir pantai dan sekitarnya sudah memeluk agama Islam dan saat itu sudah terjadi gesekan-gesekan antara masyarakat dengan penjajah Belanda (VOC).

Namun jika mengikuti ulasan  Satoshi yang mengemukakan bahwa pada abad ke 15 Ende sudah menjadi kerajaan Islam. Pendiri kerajaan Ende adalah seorang pria dari Jawa. Beliau menikahi puteri tuan tanah di Ende. Sehingga ia diberi kekuasaan dan hak-hak atas beberapa tanah Ende oleh ayahnya mertuanya. Kemudian ia mendirikan dinasti Ende (Kerajaan Ende). Ia adalah raja pertama bernama Djari Jawa sekitar abad 15. Nama asli Djari Djawa adalah Raden Husen Djajadinigrat, seperti nama Islam Jawa.



Masjid an-Nur Nuakota Desa Manulondo Ndona
Pada masa ini, kerajaan Ende berdiri secara tradisional tanpa sentuhan pengaruh penjajah. Namun kerajaan ini tidak berkembang karena sistem kerajaan yang pada waktu itu tidak dikelola dengan baik, sehingga terjadi kemunduran dalam waktu yang cukup lama. Di masa 1800 Indradewa kembali menghidupkan Kerajaan Ende dan membangun hubungan dengan beberapa kerajaan terdekat seperti kerjaan Bima, Gowa dan Bugis.

Meskipun terdapat perbedaan versi namun dapat  dikatakan bahwa dimasa tersebut Islam sudah berkembang di Ende dan dimasa itu pula telah terjadi hubungan antara masyarakat setempat.
Sementara itu FX. Sunaryo dalam hasil risetnya mengemukakan bahwa pada tahun 1614 di Pulau Ende sebagian penduduknya bergama Kristen. Kemudian terjadi penculikan terhadap tokoh masyarakat setempat yang menjadi pemimpin umat kristen di Pulau Ende saat itu. Mereka yang diculik yaitu Salvador Carvalhaes, seorang guru agama, Pedro carvalhaes (pemimpin umat), dan Manuel da Lima (berusia 40 tahun) juga pemimpin umat. Ketiganya diculik oleh umat Islam Pulau Ende dan dibuang ke Volowona (Wolowona) yang berada dalam wilayah Ndona. Di sana orang-orang Islam yang ada di Wolowona memaksa ketiganya agar membuang agama mereka dan masuk agama Islam. (Sejarah Kota Ende, FX Soenaryo dkk, 2006 ).

Dari ulasan di atas apakah dapat dikatakan bahwa Islam sudah ada di Ndona sebelum tahun 1614?. Mungkin jawaban sementara bisa saja dikatakan demikian.

Umat Islam di Masjid Baiturahman Kanakera Ndona

Pada masa politik etis, Belanda mengangkat seorang Raja untuk landskap Ndona. Bhaki Bani yang beragama Islam (dalam versi Belanda Mbaki Bani) ditunjuk sebagai Raja Ndona. Penunjukan Raja Bhaki Bani ini dibuktikan  dengan dokumen Belanda bernomor Id. 10 Oktober 1917 No.21 dengan munguasai Landscap Ndona.

Dari penuturan para tetua umat muslim  Ndona, mengatakan bahwa masjid yang berdiri pertama kali di Ndona yaitu di Wolowona yang saat itu menjadi pusat kerajaan Ndona. Jika dibulan Ramadhan setelah shalat Maghrib para orang tua dan pemuda dari beberapa kampung yang ada di Ndona akan menuju ke Wolowona untuk melaksanakan shalat tarawih. Meskipun harus berjalan kaki dengan menempuh jarak kurang lebih 3 km, namun karena di Wolowona sudah banyak orang-orang yang lebih memahami tentang agama Islam sehingga mereka lebih memilih tarawih di Wolowona. 

Di Masjid Wolowona sambil menunggu sahur  mereka biasanya mendengar tauziah, belajar tentang Agama Islam ataupun membaca diba-an maupun berdzikir hingga menjelang sahur baru mereka kembali ke rumahnya masing-masing.

Setelah itu berdiri satu buah Musholah di Nualolo yang selanjutnya di robohkan. Lalu didirikan pula Musholah di Nuakota dan berlanjut ke beberapa tempat yang ada di Ndona yang bangunannya masih utuh hingga kini.

Namun uraian singkat di atas belum menjadi suatu kesimpulan sebagai suatu jawaban atas misteri jejak peradaban agama islam di Ndona. Masih perlu sebuah usaha untuk mengungkap kembali jejak-jejak yang masih kabur. Dengan ketiadaan dokumen-dokumen pendukung maupun minimnya pengetahuan lisan diperlukan pikiran bersama untuk menjadikan suatu dokumen pewaris bagi generasi yang akan datang.

Sebagai penutup saya coba mengutip kata-kata Daniel Dhakidae bahwa beberapa saran kecil sebagai pegangan bagi kita untuk mengkaji berdasarkan pengalaman sederhana dalam meneliti local history di satu wilayah kecil.  Oral history (tuturan lisan) adalah salah satu sumber terbesar dalam meneliti masalah sejarah.
Umat Islam di Ndona melaksanakan shalat Idul Fitrih
Namun oral history perlu dipakai dengan ekstra hati-hati. Nilai positif dari oral history adalah rekaman yang berada di dalam collective memory dari masyarakat yang boleh dikatakan “tidak memiliki sejarah”. Namun, collective memory tersimpan dengan rapih dalam beberapa tempat berikut ini:

Individu-individu yang tua maupun yang muda karena masing-masing memperoleh warisan tradisi lisan turun-temurun. Meskipun boleh dikatakan bahwa semua memiliki itu akan tetapi para local genius adalah orang-orang yang karena pengetahuan dan wibawa adat bisa diandalkan sebagai sumber yang bisa dipegang. Dengan demikian local knowledge bisa dimanfaatkan dengan seefektif mungkin. Di sini pun perlu hati-hati karena wibawa pengetahuan seorang narasumber lokal tidak cukup, karena harus disertai pula oleh wibawa moral sehingga reliabilitas bisa menjadi pegangan para peneliti (Daniel Dhakidae budayawan dan peneliti senior dari NTT)

Judul yang agak nyeleneh di atas semata-mata bertolak dari keangkuhan bahwa sejarah hanya dalam bentuk tertulis, sedangkan sejarah lisan sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan. Meskipun kita menolak keangkuhan ini, namun satu kenyataan sama sekali tidak bisa ditolak karena, sejauh  pengetahuan saya,  di luar itu tidak ada kelompok masyarakat Ndona yang memiliki dokumen tertulis. Yang tersedia semata-mata oral history.

Jejak peradaban agama Islam di Ndona memang tidak terdokumentasi dengan baik namun Islam di Ndona sudah berkembang dan telah membaur dengan kehidupan masyarakat setempat. Meskipun dalam masyarakat Ndona yang berbeda secara keyakinan agama, namun kehidupan umat beragama di Ndona tepalah harmonis. Dalam aktifitas sosial kemasyarakatn dan acara-acara keagamaan atau pembangunan rumah ibadah sesama umat beragama tetap saling bahu membahu.




Sabtu, 15 Desember 2018

WANDA PA’U; TARIAN KEAKRABAN MASYARAKAT ENDE LIO

Ibu-ibu Menari Wanda Pa'u Dalam sebuah Acara Pernikahan

Setiap  masyarakat memiliki adat dan budaya sendiri. Tidak memandang dia masyarakat modern atau tradisional. Masing-masing daerah dengan  komunitas masyarakatnya memiliki budaya dan tradisi termasuk tarian.

Pada masyarakat Ende Lio salah satu tarian yang terkenal adalah "WandaPa’u". Wanda artinya tarian dan pa’u artinya over atau lempar. Sehingga dapat diterjemahkan Wanda Pa’u adalah tarian saling mengover.

Tentu ada pertanyaan apa yang di over dalam tarian tersebut?. Yang di over adalah selendang. Setiap penari yang menggunakan selendang akan mengover selendang tersebut kepada orang lain yang dituju.
Mahasiswa UGM Menari bersama warga masyarakat

Mahasiswa UGM menari wanda pa'u
Gerakannya bebas dan tidak terikat yang akan diiringi oleh musik dan lagu Ende Lio. Namun sering juga diiringi dengan musik tradisional seperti feko genda (suling dan gendang) ataupun nggo lamba (gong dan tambur).

Tarian ini awalnya didahului oleh beberapa penari yang sudah memegang selendang. Durasi waktunya tergantung dari si  penari  itu sendiri. Entah dia mau menari hanya setengah  menit atau beberapa menit terserah dari si penari kemudian dia akan mengover selendang itu kepada orang lain. Orang yang menerima selendang selanjutnya bangun untuk menari dengan durasi yang tidak menentu lalu dia akan mengover kembali kepada orang lain. Gerakannya tergantung penari dengan mengikuti irama lagu dan music.

Makna dari tarian wanda pa’u merupakan suatu wujud keakraban dan ungkapan  bahagia antara sesama masyarakat. Ia tidak membedakan orang itu pendatang atau masyarakat asli namun ketika berada dalam suatu komunitas orang Ende Lio orang itu  adalah saudara, sahabat dan keluarga.
Tarian ini biasanya terjadi dalam acara-acara kegembiraan seperti pernikahan,  kunjungan tamu dari luar daerah, ataupun dalam upacara-upacara adat. Suatu acara yang bernuansa kegembiraan tidak akan lengkap jika tidak ada tarian ini.

Presiden Soekarno menari wanda pa'u saat berkunjung ke Ende  (Sumber Collecte Tropenmuseum)

Mungkin ada yang tidak percaya jika Presiden RI pertama Soekarno pernah menari wanda pa’u. Dalam catatan sejarah, setelah Indonesia merdeka, Presiden Soekarno tiga kali berkunjung ke tempat pengasingannya di Ende. Yakni pada 1951, 1954 dan 1957. Sehingga karena kecintaannya akan Ende dan menyadari Ende sebagai Nusa ilham dasar Negara, Soekarno juga mengatakan bahwa “Ja’o Ata Ende” (Saya Orang Ende). Pada moment kunjungan ini, soekarno kembali berbaur dengan masyarakat Ende Lio saat itu dan menari Wanda Pa’u bersama sebagai ungkapan bahagia dan wujud persaudaraan dengan sesama.

Inilah Video Tarian Wanda Pa'u. Song : Goma  By : Tiga Dara Asri