Pada
Senin, 14 Januari 2019 menjadi hari yang mengagetkan bagi publik NTT.
Kementrian LHK mengumumkan bahwa ada
empat kota di NTT yang masuk dalam kategori kota terkotor yaitu Kota Kupang, Kota
Ruteng, Kota Bajawa dan Kota Waikabubak.
Cuitan
nitizen NTT bertebaran di media sosial menanggapi nominasi kota terkotor tersebut. Ada yang
protes, ada yang menanggapinya secara positif dan ada juga yang hanya adem-adem
ayem dalam merespon berita tersebut.
Kemudian
ada juga nitizen yang bangga karena kotanya tidak masuk dalam kategori
terkotor. “Namun pertanyaannya apakah tidak ada sampah yang bertebaran di
kota-kota lain di NTT?” “Tentu tidak”.
Semua pasti melihat dan memperhatikan bahwa sampah juga ada di beberapa kota yang tidak masuk nominasi tersebut. Mungkin dalam standar penilaian kategori yang lain bisa terpenuhi sehingga beberapa kota di NTT tidak masuk dalam penilaian kota terkotor. Misalnya kota Ende yang merupakan Kota sejarah, Kota lahirnya Pancasila.
Semua pasti melihat dan memperhatikan bahwa sampah juga ada di beberapa kota yang tidak masuk nominasi tersebut. Mungkin dalam standar penilaian kategori yang lain bisa terpenuhi sehingga beberapa kota di NTT tidak masuk dalam penilaian kota terkotor. Misalnya kota Ende yang merupakan Kota sejarah, Kota lahirnya Pancasila.
![]() |
Sumber Foto : FB. Dieogo Armando Abdullah |
Tidak
bisa dipungkiri bahwa di Ende sampah juga bertebaran baik dalam kota maupun dipinggir
kota bahkan hingga ke pantai dan lautan. Banyak nitizen yang mengupload
foto-foto tentang sebaran sampah. Kemudian ada yang menanggapinya secara beragam. Jika di ikuti dalam jagat
medsos ada nitizen yang menyalahkan pihak pemerintah karena tidak cekatan dalam
menanggapi persoalan sampah di Ende.
Sah-sah saja dan tidak
ada yang salah dengan ragam penilaian tersebut. Pemerintah memang perlu
menyiapkan regulasi, manajemen, fasilitas dan edukasi tentang sampah.
Namun mari berpikir secara fair dan jernih. Dari manakah asal sampah-sampah yang bertebaran? Tentu sumbernya dari semua komponen yang ada di kota tersebut baik itu produsen, distributor maupun konsumen yang merupakan penghasil sampah.
Namun mari berpikir secara fair dan jernih. Dari manakah asal sampah-sampah yang bertebaran? Tentu sumbernya dari semua komponen yang ada di kota tersebut baik itu produsen, distributor maupun konsumen yang merupakan penghasil sampah.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sampah dapat membawa petaka meskipun ada
juga yang membawa berkah. Akan tetapi yang terlihat selama ini dampak negatif dari
sampah sudah banyak yang merasakannya. Ketika musim hujan kerap kali terjadi
banjir karena saluran pembuangan tertutup sampah, drainase menjadi sarang
nyamuk bahkan hingga bandara Ende pernah terkena dampak karena sampah.
Kemudian
ketika masing-masing komponen sebagai penghasil sampah tersebut saling melempar
kesalahan maka penanganan sampah tidak akan pernah terselesaikan. Harusnya
berbagai komponen juga berpikir dan beraksi dalam dalam menanganinya. Sudah
tidak waktunya saling melempar kesalahan dalam menangani sampah yang kian
bertebaran.
Maka disini yang dibutuhkan adalah kesadaran dan komitmen dari setiap warga bukan
hanya beberapa pihak yang bertanggung jawab baik itu pemerintah ataupun para
pemerhati lingkungan. Penangananan sampah tidak sekedar hanya pembicaraan atau
retorika namun perlu aksi nyata.
Di
sisi lain banyak juga nitizen NTT termasuk di Ende yang memposting
gambar-gambar keindahan dan bersihnya beberapa kota lain di Indonesia seperti
Kota Surabaya yang meraih penghargaan Nasional hingga Internasional. Entah
motivasinya adalah untuk membandingkan atau menggambarkan sebuah mimpi. Akan
tetapi jika diterjemahkan cuitan nitizen
mungkin itu adalah ekspresi akan kerinduan dan keinginan akan bersihnya kota.
Namun hal yang terpenting dan dibutuhkan adalah aksi nyata agar kotanya bisa bersih dan indah. Aksi penanganan sampah bukan karena untuk memperoleh sebuah penghargaan atau penilaian, tapi bersih dan indahnya suatu daerah adalah untuk orang-orang yang ada di daerah sendiri.
Namun hal yang terpenting dan dibutuhkan adalah aksi nyata agar kotanya bisa bersih dan indah. Aksi penanganan sampah bukan karena untuk memperoleh sebuah penghargaan atau penilaian, tapi bersih dan indahnya suatu daerah adalah untuk orang-orang yang ada di daerah sendiri.
Andaikan
jika dalam satu hari saja di terapkan “hari bersih sampah” dan semua komponen
terlibat dalam aksi nyata penanganan
sampah di lingkungannya masing-masing mungkin dalam sekejap kota bisa bersih
dan indah. Tapi ini hanya mimpi karena membutuhkan komitmen dan kesadaran.
Pengelolaan Sampah harus menjadi tanggung jawab bersama..
BalasHapusUtk diketahui penilaian adipura,kota terbersih dan kota terkotor..
Indikator yg mendapat nilai paling tinggi yg dilihat adalah Tempat Pembuangan Akhir(TPA) sampah dan Pengelolaan Sampah nya..
Sepakat sampah adalah tanggung jawab bersama
Hapus