Kasus penistaan agama/pencemaran, dengan segala
eskalasinya yang terjadi dibeberapa daerah beritanya meluas hingga ke seluruh
pelosok negeri. Berbagai opini terus
berkembang baik pro maupun kontra akan kebenaran suatu keyakin. Pada
ranah public selanjutnya diangkat menjadi sebuah grand thema untuk digoreng sedemikian rupa
kemudian menggurita kemana-kemana.
Maaf…Saya tidak ingin berpolemik pada beberapa kasus
penistaan agama dan suara-suara para pendukung yang pro maupun kontra ataupun
membuat pernyataan pribadi bahwa keyakinan agama sayalah yang paling benar.
Pertanyaannya,… kenapa sih akhir-akhir ini keyakinan
ilahiah selalu menjadi bahan empuk untuk dipermasalahkan. Kemudian ketika ada
yang menyentilnya orang-orang sangat sensitif dan langsung marah?
Saya mencoba melihat dari sisi yang berbeda dalam
kehidupan manusia yang sebenarnya telah tercantum dalam ajaran agama maupun dalam
nilai kearifan lokal di masing-masing daerah. Akan tetapi hal tersebut kadang terlupakan
sehingga belum terlintas dalam ingatan masyarakatnya yaitu tentang diri kita
sendiri. Mungkin karena kadang kita sibuk dengan rutinitas kehidupan kita sehari-hari.
Menurut saya dasar dari semua persoalan saat ini adalah diri kita sendiri. Kita mungkin keseringan melihat suatu fenomena diluar diri kita dan lupa untuk melihat tentang diri kita sendiri.
Ya..Diri kita sendiri sebagai subyek dan obyek dari sistem kehidupan yang dalam kosakata bahasa Indonesia disebut “Mengenal Diri”.
Who I Am (Siapakah saya) sebenarnya filosofi tersebut dalam berbagai etnis dengan istilahnya masing-masing sudah ada. Demikian juga dalam suku Ende Lio yang disebut “Mbe’o Tebo” (mengenal diri).
Bagi orang Ende Lio terdapat salah satu nasihat dari para leluhur maupun Orang Tua dengan kalimat mini yang terkesan biasa saja
namun terkandung makna yang sangat dalam.
Kalimatnya dalam bahasa Ende “Demi Mbe’o Peka Tembo, kau ngaza mbe’o odza muri..demi mbe’o peka odza muri kau ngadza mbe’o Ngga’E. ATAU Dalam Versi Bahasa Lio “Demi Mbe’o Tebo, kau Ngala Mbe’o Ola Muri..Demi ..Mbe’o Rowa Ola Muri Kau Ngala Mbe’o Du’a Gheta Lulu Wula Nggae Ghale Wena Tana.
Kalimatnya dalam bahasa Ende “Demi Mbe’o Peka Tembo, kau ngaza mbe’o odza muri..demi mbe’o peka odza muri kau ngadza mbe’o Ngga’E. ATAU Dalam Versi Bahasa Lio “Demi Mbe’o Tebo, kau Ngala Mbe’o Ola Muri..Demi ..Mbe’o Rowa Ola Muri Kau Ngala Mbe’o Du’a Gheta Lulu Wula Nggae Ghale Wena Tana.
Dua ungkapan tersebut memiliki arti yang sama yaitu Jika Mengenal Diri maka Anda dapat
mengenal hidup dan kehidupan..jika sudah
mengenal hidup dan kehidupan maka anda
akan mengenal Sang Pencipta.
Mbe’o
Tebo (Mengenal Diri)...? Mungkinkah
pertanyaan ini terlintas dalam benak kita. Atau Mungkin hanya sebuah ilusi
belaka. Masa sih..diri sendiri harus saya kenal kembali ..harusnya orang
lainlah yang mengenal diri saya.
Baca Juga :BERPIKIR GLOBAL vs BERPIKIR LOKAL
Pertanyaan Mengenal Diri ini mungkin jarang terlintas dalam benak kita. Kalaupun sempat terlintas mungkin sekenanya saja. Mungkin juga ini tidak pernah mengusik kita di waktu-waktu senjang. Rutinitas pekerjaan ataupun aktifitas, beragam tanggung jawab dari keluarga, hubungan sosial dengan famili dan tetangga ataupun sibuk dengan bermedsos ria kadang menyita banyak waktu sehingga kita kurang memberi perhatian untuk bertanya tentang diri sendiri.
Baca Juga :BERPIKIR GLOBAL vs BERPIKIR LOKAL
Pertanyaan Mengenal Diri ini mungkin jarang terlintas dalam benak kita. Kalaupun sempat terlintas mungkin sekenanya saja. Mungkin juga ini tidak pernah mengusik kita di waktu-waktu senjang. Rutinitas pekerjaan ataupun aktifitas, beragam tanggung jawab dari keluarga, hubungan sosial dengan famili dan tetangga ataupun sibuk dengan bermedsos ria kadang menyita banyak waktu sehingga kita kurang memberi perhatian untuk bertanya tentang diri sendiri.
Cobalah
kita bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana. Siapa sih saya? Siapa ayah ibu dan saudara-saduara
saya? Di mana saya lahir? Kapan saya lahir, Dimana saya tinggal? Pertanyaan-pertanyaan
ini tentu masih mudah untuk dijawab. Bagaimana kalau pertanyaannya sedikit perluas.
Siapa saya? Siapa yang telah menciptakan saya?
Apakah diri saya diciptakan dalam rupa yang sama dengan orang lain? Apakah
bentuk organ tubuh saya antara satu dengan yang lainnya sama lalu kenapa harus
direkatkan dalam satu raga?. Kemudian
untuk apa Tuhan menciptakan saya? Dimanakah saya hidup serta dengan siapa saya
hidup dan untuk apakah saya hidup? Apakah saya meyakini suatu kepercayaan
ilahiah dan untuk apakah saya
meyakininya? Sudah benarkah apa yang saya yakini dan bagaimanakah saya
menjalankan keyakinan saya?. Apakah yang saya lakukan sudah benar di hadapan
Tuhan? Hingga usia berapakah saya hidup dan apakah yang sudah saya lakukan
dalam kehidupan saya?
Beberapa
pertanyaan di atas mungkin tidak akan
pernah selesai Anda jawab sampai akhir hidup Anda. Pertanyaan- siapakah Anda-
misalnya, mungkin tidak akan terjawab. Apakah roh dan jiwa berbeda? Apakah
pikiran dan hati juga berbeda? Di mana letak pikiran dan hati dalam diri?
Apakah tubuh dan jiwa bersatu? Apakah jiwa bisa eksis tanpa tubuh? Mungkinkah
tubuh akan bersatu kembali setelah kematian? Kalau ya, bagaimana sosok
eksistensi diri di dunia yang akan datang? Dan seperti apakah kehidupan dunia setelah kematian? Pertanyaan-pertanyaan
ini tidak akan terjawab secara tuntas. Tentunya
masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang dapat kita ajukan pada diri kita
sendiri dan kita sendiri pula yang menjawabnya. Diri Anda dan saya
menyimpan misteri.
Memperhatikan Diri Sendiri
Cobalah
sesekali berdiri di cermin dan perhatikan diri kita sendiri. Apakah semua anggota tubuh kita dapat terlihat? Samakah bentuk
anggota tubuh kita antara mata, hidung, telinga, mulut dan semua anggota tubuh
yang lain. Samakah mata kiri dan mata kanan? Samakah kuping kiri dan kuping
kanan? Ko…tidak sama ya? Kenapa tidak sama bentuknya padahal ia melekat dalam
satu badan. Lagi-lagi pertanyaan tersebut membutuhkan jawaban. Terkadang orang
cukup lama berdiri di cermin namun itupun tidak semua bisa memperhatikan semua
tentang dirinya. Namun ada yang dengan enteng dan sombong mengatakan “saya
paling tahu tentang diri saya”. Hmm…Apa benar anda paling tahu tentang diri
anda dan seberapa jauh anda mengenal diri anda?
Mengenal
diri merupakan topik yang besar. Ada orang bijak yang mengatakan bahwa Anda
tidak mungkin mengenal diri Anda sampai ajal menjemput. Banyak yang tidak akan
terjawab mengenai diri Anda. Banyak hal yang tidak Anda tahu tentang eksistensi
Anda, termasuk jalan hidup Anda. Siapa yang bisa jamin bahwa Anda akan berhasil? Siapa yang
jamin bahwa Anda akan gagal terus? Siapa yang bisa tahu nasib anda sebentar,
besok, lusa dan seterusnya?
Ya..mengenal
diri adalah sebuah misteri dalam diri manusia. Namun demikian, pengenalan diri
tetaplah penting. Bila mungkin, pertanyaan ini sebaiknya terus direnungkan.
Banyak yang belum terungkap tentang kekurangan dan kelemahan diri kita dan potensi-potensi
yang tersimpan dalam diri kita masing-masing. Ketika anda bertanya dan
menjawab sendiri maka akan muncul
pertanyaan-pertanyaan baru yang memerlukan jawaban.
Tapi itulah realitas
diri sebagai manusia yang memiliki ego idea. Bahwa musuh terbesar dalam diri
manusia bukan orang lain, ataupun makhluk lain tapi tapi musuh terbesar adalah dirinya
sendiri. Ego yang tinggi dan merasa dirinya paling benar, paling pintar, paling
berkuasa, paling kaya, paling hebat, dan serba paling lainnya suatu saat ia
akan dipecundangi kembali oleh ke-palingannya. Ketika seseorang sombong dan
lupa akan dirinya sendiri maka tunggulah disuatu waktu ia akan dijatuhkan oleh
dirinya sendiri. Bukan siapa-siapa yang menjatuhkan tapi dirinua sendiri.
Maka dari itu, marilah
kita lebih mengenal siapa gerangan diri ini yang sering disebut-sebut sebagai
manusia dengan berbagai atribut perbedaan yang sudah melekat dalam setiap diri kita..
Sehingga Mengenal diri
merupakan salah satu kunci untuk menangkal berbagai ekses budaya yang
masuk dan hinggap pada suatu kaum maupun
meredam konflik yang terjadi. Dia akan membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk. Mana yang sesuai mana yang tidak. Oleh sebab itu, hati-hati dengan diri
anda, jangan sampai terjebak dalam kesombongan dan keegoisan yang pada akhirnya
akan membuat anda sengsara. Jadilah manusia yang tawadhu (rendah hati). Karena
hanya dengan tawadhu anda akan disegani, dihargai, dan tentunya disukai banyak
orang dan yang paling utama kenalilah
SEMOGA BERMANFAAT
OLEH X-SAN
Sumber Bacaan:
Dari tulisannya ada satu kesimpulan yang saya dapat. Terimaksih ilmunya kak
BalasHapussama-sama and tahnks atas kunjungannya
Hapuswahh, belajar bahasa dan ilmu baru di sini. terima kasih sudah berbagi
BalasHapusterima kasih juga..kita sama-sama untuk terus belajar dan sling berbagi
HapusTulisan yang dalam dan lengkap. Salut, Om!
BalasHapusHanya sekedar asal nulis apa yang ada benak. Thanks apresiasinya
Hapus