Sabtu, 29 Juni 2019

BUDAYA MINUM AIR PANAS DAN TRADISI BELIS PADA MASYARAKAT ADAT NDONA-ENDE NTT


Halo semuanya jumpa lagi bersama atahanua media chanel. Di edisi kali ini kami mengangkat sebuah tema tentang tradisi belis pada masyarakat adat ndona yang dikenal dengan Mbabho buku
Sebagaimana tradisi pra pernikahan yang ada di daerah lain, pada masyarakat adat ndona Mbabho Buku atau bicara belis merupakan suatu tradisi pra pernikahan yang sudah ada pada masyarakat adat ndona dan sudah diwariskan secara turun temurun.

Pada moment ini perwakilan keluarga dari pihak calon pengantin laki-laki dan pihak keluarga calon mempelai perempuan beserta pemuka adat akan saling bertemu dan bernegosiasi tentang besaran belis yang wajib di serahkan oleh calon mempelai pria kepada keluarga calon mempelai wanita yang dimediasi oleh pemuka adat.

Disini akan terjadi proses tawar menawar dan jika nilai uang/ jumlah barang diterima oleh keluarga wanita maka pihak laki-laki akan menyerahkannya sesuai nilai yang disepakati. Dan jika keluarga pria belum mampu memberikannya maka ia dapat memberikannya dikemudian hari pada ruang, waktu dan moment yang lain.

Tradisi ini bukan merupakan suatu proses jual beli seorang anak manusia. Tradisi mbabho buku adalahi bentuk penghargaan dari calon mempelai pria dan keluarganya terhadap calon mempelai wanita. Nilai pengahrgaan terhadap seorang wanita bukanlah dari segi barang besaran uang yamg diserahkan namun pada nilai sosial budaya dan prestise seorang wanita karena ia akan memasuki bahtera rumah tangga dengan beban tangung jawab cukup besar dan akan berbakti kepada suami dan keluarga barunya.

Sebagai suatu kearifan lokal tradisi ini  juga mengikuti perkembangan zaman sehingga proses tawar menawar dan  kebijakan dari keluarga dan pemuka adat meerupakan aspek sosial yang dipertahankan hingga saat ini.
Dalam video kali ini kami akan memaparkan salah satu moment dan sekilas tentang  tradisi mbabho buku atau negosisasi belis yang ada di masyarakat ndona.
Oke tonton video ini hingga usai dan jangan like, and subscribe

Senin, 18 Februari 2019

SAMPAH TAK MENGENAL STATUS


Sampah adalah suatu masalah yang dihadapi hampir diseantero negeri. Dari organic hingga anorganik bertebaran pada wajah bumi yang diketahui ozonnya makin menipis.

Bukan rahasia umum bahwa ketika berbicara tentang sampah tidak sekedar mengemukakan teori ataupun hanya mengungkapkan suatu opini namun membutuhkan partisipasi dan tindakan nyata dari semua penghuni bumi terutama rakyat di negeri ini.


Ketika terjadi suatu masalah yang disebabkan oleh sampah banyak orang yang saling melempar kesalahan dan adu argumentasi dengan ragam opini tapi sampah terus berjibun seperti buih.

Ada yang mempersoalkan tidak adanya fasilitas sebagai tempat pembuangan, ada juga yang menyalahkan pengambil kebijakan yang tidak tanggap darurat atas sampah yang kian berjejeran. Ya, sah-sah saja semua opini dari masyarakat. Namun ketika bicara soal sampah bukan sekedar opini tapi butuh kesadaran karena semua orang dimuka bumi ini adalah penghasil sampah yang sewaktu-waktu dapat membahayakan lingkungan dan bumi pada umumnya.

BACA JUGA  : ENDE DAN SAMPAH

Peduli terhadap lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah ataupun para pekerja lingkungan tapi tanggung jawab semua pihak. Menangani sampah tak memandang jabatan, pangkat, golongan ataupun status sosial.

Karena suatu saat kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun sampah dapat membawa bahaya bagi setiap warga maupun generasi yang akan datang. Sudah banyak tayangan, sudah banyak informasi yang dipublikasikan tentang dampak dari sampah. 

Namun kelakukan manusia masih belumlah sadar akan bahaya sampah. Mungkin menunggu bencana dari Sang Pencipta dan murkanya alam akan sombongnya  manusia mungkin disaat iu barulah orang sadar.

 


Senin, 21 Januari 2019

ENDE DAN SAMPAH

Pada Senin, 14 Januari 2019 menjadi hari yang mengagetkan bagi publik NTT. Kementrian LHK  mengumumkan bahwa ada empat kota di NTT yang masuk dalam kategori kota terkotor yaitu Kota Kupang, Kota Ruteng, Kota Bajawa dan Kota Waikabubak.

Cuitan nitizen NTT bertebaran di media sosial menanggapi  nominasi kota terkotor tersebut. Ada yang protes, ada yang menanggapinya secara positif dan ada juga yang hanya adem-adem ayem dalam merespon berita tersebut.

Kemudian ada juga nitizen yang bangga karena kotanya tidak masuk dalam kategori terkotor. “Namun pertanyaannya apakah tidak ada sampah yang bertebaran di kota-kota lain di NTT?” “Tentu tidak”. 

Semua pasti melihat dan memperhatikan bahwa sampah juga ada di beberapa kota yang tidak masuk nominasi tersebut. Mungkin  dalam standar penilaian kategori yang lain bisa terpenuhi sehingga beberapa kota di NTT tidak masuk dalam penilaian kota terkotor. Misalnya kota Ende yang merupakan Kota sejarah, Kota lahirnya Pancasila.

Sumber Foto : FB. Dieogo Armando Abdullah
Tidak bisa dipungkiri bahwa di Ende sampah juga bertebaran baik dalam kota maupun dipinggir kota bahkan hingga ke pantai dan lautan. Banyak nitizen yang mengupload foto-foto tentang sebaran sampah. Kemudian ada yang menanggapinya  secara beragam. Jika di ikuti dalam jagat medsos ada nitizen yang menyalahkan pihak pemerintah karena tidak cekatan dalam menanggapi persoalan sampah di Ende.

Sah-sah saja dan tidak ada yang salah dengan ragam penilaian tersebut. Pemerintah memang perlu menyiapkan regulasi, manajemen, fasilitas dan edukasi tentang sampah. 

Namun mari berpikir secara fair dan jernih. Dari manakah asal sampah-sampah yang bertebaran? Tentu sumbernya dari semua komponen yang ada di kota tersebut baik itu produsen, distributor maupun konsumen yang merupakan penghasil sampah.


Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sampah dapat membawa petaka meskipun ada juga yang membawa berkah. Akan tetapi yang terlihat selama ini dampak negatif dari sampah sudah banyak yang merasakannya. Ketika musim hujan kerap kali terjadi banjir karena saluran pembuangan tertutup sampah, drainase menjadi sarang nyamuk bahkan hingga bandara Ende pernah terkena dampak karena sampah.

Kemudian ketika masing-masing komponen sebagai penghasil sampah tersebut saling melempar kesalahan maka penanganan sampah tidak akan pernah terselesaikan. Harusnya berbagai komponen juga berpikir dan beraksi dalam dalam menanganinya. Sudah tidak waktunya saling melempar kesalahan dalam menangani sampah yang kian bertebaran.

Maka disini yang dibutuhkan adalah kesadaran dan komitmen dari setiap warga bukan hanya beberapa pihak yang bertanggung jawab baik itu pemerintah ataupun para pemerhati lingkungan. Penangananan sampah tidak sekedar hanya pembicaraan atau retorika namun perlu aksi nyata.

Di sisi lain banyak juga nitizen NTT termasuk di Ende yang memposting gambar-gambar keindahan dan bersihnya beberapa kota lain di Indonesia seperti Kota Surabaya yang meraih penghargaan Nasional hingga Internasional. Entah motivasinya adalah untuk membandingkan atau menggambarkan sebuah mimpi. Akan tetapi jika diterjemahkan  cuitan nitizen mungkin itu adalah ekspresi akan kerinduan dan keinginan akan bersihnya kota. 

Namun hal yang terpenting dan dibutuhkan adalah aksi nyata agar kotanya bisa bersih dan indah. Aksi penanganan sampah bukan karena untuk memperoleh sebuah penghargaan atau penilaian, tapi bersih dan indahnya suatu daerah adalah untuk orang-orang yang ada di daerah sendiri.

Andaikan jika dalam satu hari saja di terapkan “hari bersih sampah” dan semua komponen terlibat dalam aksi nyata penanganan sampah di lingkungannya masing-masing mungkin dalam sekejap kota bisa bersih dan indah. Tapi ini hanya mimpi karena membutuhkan komitmen dan kesadaran.