Kamis, 29 November 2018

BERPIKIR GLOBAL vs BERPIKIR LOKAL





Awalnya  ingin menulis sebuah artikel tentang globalisasi  dengan mencoba mencari referensi di google. Namun-tiba-tiba menemukan sebuah tulisan yang berjudul “Berpikir Lokal bertindak global adalah tindakan kacau balau”.

Ulasannya cukup menarik karena menggambarkan kekhawatiran-kekhawatiran jika gerakan lokal yang dikemas dalam community empowerment akan memunculkan fenomena primordialisme yang terselubung dengan berbagai kepentingan dan dapat  mengakibatkan perpecahan nasional.

Berpikir global bertindak lokal memiliki arti membuka pikiran untuk mengikuti perkembangan dunia (global) namun dalam bertindak tetap sesuai budaya dan adat istiadat setempat.
Lalu bagaimanakah dengan berpikir lokal bertindak global?. Tentu agak sedikit berlawanan jika kita memaknainya secara sempit  ataupun membalikan makna secara berlawanan dengan Berpikir global bertindak lokal

Jika diuraikan berdasarkan kata, berpikir berasal dari kata pikir yang berarti  akal budi (kbbi Online), sedangkan berpikir bermakna “menggunakan akal budi”.  Berpikir juga bisa berarti  aktifitas akal budi untuk mengolah ide,  konsep dan nilai  sesuai hasil cernaan indra manusia.
Sedangkan makna lokal disini berarti ruang atau tempat (kbbi Online) . Namun dalam perkembangannya term lokal sudah bergeser maknanya yang dikaitkan dengan masyarakat.  Lokal bisa berarti kedaerahan, tradisi, kebudayaan, tradisi, ataupun Nilai.

Kemudian term global dalam kbbi online adalah kata sifat berarti  umum, seluruh, luas. Makna lainnya global adalah menyebar luas atau menyebar keseluruh dunia.
Jika kita memadukan dua term di atas maka berpikir lokal bertindak global adalah tindakan akal budi untuk mengolah ide, konsep dan nilai  sesuai ruang dan tradisi  dalam beraktifitas secara global.
Pada tataran ini ada dua variable yang perlu dibidik dalam judul di atas  yaitu “berpikir” dan “bertindak”. Berpikir sebagai aktifitas akal sedangkan bertindak sebagai aktifitas jasmani.

Ketika orang diajak untuk berpikir global maka otaknya(pikiran) diinput dengan berbagai hal yang berbau global  dengan segala perkembangan dan perubahannya. Hanya ada dua hal yang terjadi  yaitu  berdampak positif  dan berdampak negatif.  

Sebagai contoh  untuk dampak positif orang desa bisa menggunakan hasil teknologi informasi karena dia bisa membuka pikirannya untuk menerima hasil perkembangan global. Dia bisa mengetahui dan mengakses perkembangan di negara lain.


Namun disisi lain ada juga dampak negatifnya. Sebagaimana fakta yang terlihat misalnya perubahan pada gaya hidup. Jika dizaman dahulu sikap gotong royong masih sangat tinggi namun seiring dengan perkembangan“berpikir global”,  hal tersebut sudah mulia menurun. Gaya hidup individualisme semakin Nampak. Kemudian di bidang pendidikan, meskipun kehadiran teknologi informasi membantu perkembangan pendidikan namun ikutannya adalah budaya baru yang muncul yaitu instanisme dan plagiarime yang marajalela.. Belum lagi pada budaya fashion style. Jika dulu style berpakaian masih sopan dan sesuai norma ketimuran. Namun kini karena perubahan global, style fashionnya-pun  ikut berubah. Orang sudah tidak malu walau hanya berbusana mini yang bahkan hanya menutup daerah sensitif. Disaat terjadi tindakan pelecehan atau bahkan pemerkosaan maka hal tersebut sudah melanggar hak asasi dan terpaksa harus dipidana.

Dari contoh kecil diatas, apakah jika kita berpikir lokal bertindak global kita akan tertinggal? Rasanya tidak, Karena tentu akan terjadi hubungan timbal balik antara kedua hal tersebut. Berpikir global sama artinya kita dituntut untuk membuka pikiran dengan perkembangan dunia, namun perlu juga diketahui bahwa ada nilai-nilai lokal yang sebenarnya bisa dipadukan dalam perkembangan dunia.

Sehingga ketika orang berpikir lokal dan bertindak global tidak selamanya menentang arus perubahan. Berpikir lokal tidak selamanya berpikiran kolot atau terbelakang. Banyak nilai-nilai atau kearifan  lokal (local wisdom) yang tersebar disetiap daerah di Indonesia dapat dijadikan acuan. Misalnya nilai etika dan toleransi, budaya gotong royong, budaya tatakrama, ataupun norma dan  filosofi-filosofi lokal yang sebenarnya sangat relevan dalam menangkal efek negatif dari perkembangan global.

BY : X-SAN. D 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar